APRIL MOP
Aku dan Rama sudah saling dekat. Ini bukan berarti
kita berpacaran. Entahlah. Apa mungkin hanya menjadi teman saja, ataupun aakan
menjadi sepasang kekasih nantinya. Aku tidak pernah tahu. Di
taman sekolah, aku duduk di kursi taman sambil melahap sandwich kesukaanku.
Saat aku selesai mengunyah, aku dikagetkan dengan tepukan yang tiba-tiba
meluncur di pundakku. Saat aku menoleh ke belakang, kulihat sesosok lelaki
tampan, tinggi, beralis tebal sedang tersenyum kepadaku. Tidak lain tidak bukan,
lelaku itu adalah Rama.“Eh hai Rama! Bikin kaget aja lo!” Bentakku pada
Rama.“Sorry. Sendirian aja, nih cewe cantik?” Puji
Rama.“Apaan sih, Rama? Iya nih, sini duduk temenin gue”
ajakku pda Rama. Rama langsung duduk disebelahku. Jantungku selalu tidak stabil
ketika ia berada disampingku. ‘Huuuhh’ aku mencoba menarik napas.“Vanesa. Besok kan sabtu nih, lo ada acara gak?
Main yuk!” ajak Rama.“Ga ada, boleh tuh. Main kemana?”“Nanti deh gue kasih tau lagi. Besok gue jemput ke
rumah lo ya, Sa” Aku hanya mengangguk. Rama langsung
tersenyum padaku. ‘Oh, Tuhan! Senyumanny... Seketika aku lupa akan semuanya.
Sungguh sangat mengalihkan duniaku’ gumamku terpesona melihat senyuman
Rama. Pagi
yang begitu cerah dan diiringi oleh kicauan
burung yang merdu, ku terbangun dan mempersiapkan semuanya untuk pergi
bersama Rama hari ini. Aku sangat tak sabar, ingin rasanya jam dinding
Doraemonku menunjukkan pukul 12 siang. “Deg-degan
banget. Ga sabar pengin ketemu nih. Hahaha” aku berbicara sendiri didepan kaca
sambil mengoleskan lip gloss di bibirku. Handphoneku tiba-tiba
berdering tanda da panggilan masuk. Kulihat nama Rama nampak pada layar Handphoneku.“Halo Van. Gue lagi dijalan nih. Tunggu ya, bentar
lagi nyampe, ko”“Oke, lo lagi......” Belum selesai berbiacar, telepon
sudah terputus. ‘Sialan, baru aja gue mau ngomong. Kebiasaan.’ Aku
langsung menyimpan kembali Handphoneku diatas meja. Tidak
lama dari itu, kalkson mobil Rama terdengar. Aku langsung menuruni tangga dan
berpamitn kepada keluargakau. Di depan rumahku sudah terparkir mobil berwarna
putih milik Rama.“Mau kemana, nih kita?” tanyaku ketika aku sidah
duduk disebelah Rama.“Mall yuk! Kita nonton, udah itu makan, mau gak?”Aku hanya mengangguk
tanda setuju. Rama langsung menancapkan gasnya. “Tadi filmnya seru ya, Rama?” tanyaku setelah aku
dan Rama keluar dari studio tempat kami nonton.“Gue sih takut nonton film Horror kaya gitu. Tapi
gue cuma bisa ngalah. Huh beda selera sih.” bantah Rama.“Cupu banget lo! Ya udah, lo ya lo, gue ya gue,
lagian kita ga pernah sama.”“Cie, ko marah gitu, sih? Kenapa?” tanya Rama
heran sambil tertawa padaku. Aku
hanya bisa diam dan mendiamkan Rma yang berusaha berbiacara denganku.“Cerewet lo, Rama!
Jadi kita mau makan dimana?” bentakku pada Rama yang masih saja cerewet. Usai
makan, aku dan Rama meninggalkan tempat makan maalam hari yang gelap. Di
perjalanan aku mencoba untuk tertidur, namun tak bisa. Langsung kunyalakan
radio yang ada di mobil agar suasana tidak terlalu sepi dan sunyi. Rama
memulai pembicaraan.“Vanesa, gue mau jujur”“Tentang apa?” tanyaku heran.“Sebenernya, gue.. Gue suka sama lo. Oke, gue baru
punya nyali sekarang buat ngungkapin perasaan gue ke lo.”Aku terdiam. Diam beku.“Gue suka sama lo dari pertama gue kenal. Gue gak
pengin gini terus. Gue pengin kita ‘nyatu’. Bersama. Lo mau ga?”Aku benar-benar beku. Tidak bisa berkata-kata. Apa
yang Rama katakan diluar dugaanku. Aku berpikir sejenak.“Hmm gimana ya.. Gue juga sangat nyaman banget
deket lo. Tapi.... kita temnan dulu ya. Gue minta maaf.” Jawabku. Rama terdiam.
Tiba-tiba Rama tertawa dan...“APRIL MOP! Haha lo kena tipu gue! Ini 1 April
loh, saatnya APRIL MOP! Hahah gue bercanda, ko.” Rama tertawa seakan-akan April
Mop-nya dia itu lucu. Namun menurutku, itu tidaklah lucu.“Apa? Ini semua Cuma APRIL MOP? Jujur ya, Rama,
tadinya gue juga mau ngomong April Mop, dan gue mau nerima lo. Tapi... Ah! Gue
ga ngerti. Gue pulang sendiri aja. Makasih.” Aku kesal. Sangat kesal. Ingin
sekali aku teriak di tempat yang sepi, atau hutan sekalipun. Aku berlari
keluaar mobil dan mencari-cari taxi. Saat
aku berlari, kulihat lampu yang begitu terang berada 5 meter di depanku.
Lama-lama mendekat. Mendekat. Dan.... Aku tak terbangun, mataku
kunang-kunang. Aku tak bisa melihat apapun. Aku hanya bisa mendengar suara Rama
yang meminta tolong. Aku pun tak sadarkan diri. Aku
mersa badanku remuk. Remuk sekali. Kepalaku begitu sakit. Saat aku buka mata,
aku melihat tabung oksigen, infus, selimut rumah sakit, suster, keluargaku,
dan... Rama. “Van?
Kamu udah sadar? Suster!” Kudengar mamaku memanggil suster.“Aku dimana?” aku masih bingung.“Kamu koma 1 minggu akibat benturan kepala oleh
mobil yang penghuninya sedang mabuk-mabukan.” jelas suster sambil membenarkan
selang infusku. Aku
terkejut. ‘Akibat benturan saja aku bisa koma 1 minggu? Sulit dipercaya’
gumamku heran.“Masih untung kamu ga amnesia.” Jelas kakakku.“Nak, ayo sini. Kok, duduk doang? Tante tinggalin
kalian berdua, ya.” Mamaku berbicara pada Rama dan langsung meninggalkan
ruangan.“Sa, lo pucat banget. Maafin gue, karna gue lo
jadi kayak gini.”“Gak apa-apa ko, udah lewat ini.” Jawabku pelan.“Masalah waktu itu, gue benar-benar minta maaf.
Sejujurnya, gue waktu bilang April Mop itu, gue ga rela dan sakit banget. Ya
seengganya itu semua nutupin kepanikan gue aja. Tapi sebenernya, gue tulus
cinta dan suka sama lo. Ga pake ‘April Mop-April Mop’an. Lo terserah mau maafin
gue atau engga, yang penting gue udah ngungkapin yang sejujurnya sama lo.” Mendengar
semua itu, tetesan air dimata mulai membasahi pipiku. Aku memegang erat tangan
Rama. “Maafin
gue juga, Rama. Gue sayang sama lo.” Aku mengatakan yang sejujurnya pada Rama.
Tangan Rama mengelus pipiku yang basah, dan kepala Rama semakin mendekati
kepalaku. Bibir Rama mendarat diatas
keningku. Dikecuplah keningku oleh Rama.“Aku sayang kamu, Vanesa” bisik Rama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar